Anda tahu nggak, berapa harga sekilo gula pasir
sekarang? Atau seikat bayam. Kalau tiga butir tomat? Jika Anda tidak tahu, coba
saja tanyakan kepada istri Anda di rumah. Atau, boleh juga bertanya kepada
pembantu rumah tangga Anda yang setiap pagi bertemu dengan tukang sayur
keliling. Ini bukan untuk membuat Anda pusing. Tetapi, setidaknya kita bisa
menyadari apa yang saat ini tengah terjadi. Sebab bagaimana pun juga, orang
yang sadar bisanya lebih waspada daripada mereka yang tidak menyadari apa yang
terjadi disekelilingnya, bukan?
Pagi itu, saya sedang asyik didepan komputer. Ide-ide
beterbangan mengitari kepala saya. Dan jemari tangan ini terus menari diantara
toots-toots keyboard. Tiba-tiba terdengar istri saya berbicara dengan asisten
rumah tangga kami di rumah. “Bu, harganya jadi 70 ribu…,” katanya.
“Emangnya apa saja yang dibeli Mbak?” balas istri
saya.
“Sayur sama bumbu-bumbu, Bu….” Jawab si Mbak.
“Sekarang beli sayur dan bumbu saja sudah tujuh
puluh ribu?” demikian terdengar suara istri saya lagi. “Baguuuuuuuussss…..”
tambahnya.
Pas kata ‘bagus’ itu, saya seperti sedang mendengar
sebuah nyanyian dari lagu melayu di tahun delapan puluhan. Mengalun merdu
mendayu-dayu. Tapi seperti para suami lainnya dong; saya tidak mau terlampau
ambil pusing dengan urusan harga sayuran.
“Coba kamu tanya Yono, ini harganya berapa aja…”
terdengar lagi suara istri saya. “Ibu nggak akan nawar. Cuma pengen tahu aja
harga masing-masingnya berapa.” Lanjutnya. Yono itu tukang sayur keliling
langganan kami. Setelah terdengar suara ‘iya bu’ saya tidak mendengar apa-apa
lagi.
Ketika ada kesempatan jeda, saya beranjak dari meja
kerja. Sudah tidak ada pikiran apa-apa lagi soal harga sayur itu. Namun, maklum
rumah kami ini ‘dekat kemana-mana’ gitu loh, sehingga akhirnya melintas juga ke
dapur. Lalu secara reflex saya melirik kearah belanjaan si Mbak. Dan ketika
melihat apa saja yang bisa dibeli dengan tujuh puluh ribu rupiah itu… saya jadi
miris sendiri. ‘Gile, belanjaan seuprit begini menghabiskan uang sebanyak
itu?’. Sungguh, itulah yang terbersit dibenak saya.
Alhamdulillah. Hingga hari ini, Allah membukakan
pintu rejeki untuk kami agar bisa hidup dengan normal. Cukup saja untuk
memenuhi kebutuhan hidup bergaya sederhana. Yaaa.. seperti masyarakat Indonesia
pada umumnya lah. Alhamdulillah, pokoknya. Sekalipun begitu, tetap saja ada
pertanyaan dalam hati; apakah sudah sedemikian tingginya biaya hidup kita
dizaman ini? Bukan soal kebayar atau tidak sih. Tetapi, memikirkan betapa
harga-harga bergembira ria dan berlompatan hingga berterbangan keangkasa raya
begitu rasanya ada sesuatu yang tengah terjadi di dunia yang kita huni ini.
Kenyataannya, penghasilan kita rata-rata kan tidak
bisa naik seperti terampilnya harga-harga itu menapaki tangga ke puncak
julangnya kan? Hebat, jika pikiran Anda tidak terusik sama sekali. Itu tandanya
pendapatan Anda sudah sangat tinggi sekali sehingga tidak terusik oleh
berapapun harga daging sapi. Cabai merah. Garam. Sayur mayur. Dan bumbu-bumbu. Kalau
Anda belum sampai ke level itu, mungkin Anda seperti saya. Kita memikirkan
bagaimana caranya supaya bisa mendapatkan penghasilan yang lebih baik. You are
not alone my friend. Kita tingkatkan ikhtiarnya lagi yah.
Iyya sih. Ikhitiar mah kita kan nggak pernah putus.
Tapi, wajar juga dong kalau kadang bertanya juga;”Kenapa sih orang lain kok
kayaknya gampang banget dapat ini dan itu? Rumahnya megah. Mobilnya juga mewah.
Tampaknya uang mereka nggak berseri gitu deh?”
Wajar kok bertanya begitu. Tetapi, kita juga mesti
realistis kan? Misalnya saja. Di zaman ini memang banyak orang yang hartanya melimpah
ruah. Namun tengok itu di televisi. Baca di koran. Simak berita di media masa.
Tidak semua orang yang tajir itu mendapatkan harta mereka dengan cara yang
terpuji loh. Selama kita masih punya iman. Kita tentu tidak tertarik untuk
menghalalkan segala cara, bukan?
Bukannya kita tidak tertarik untuk menjadi orang
kaya. Saya ingin menjadi orang kaya. Sedang berusaha terus agar bisa mewujudkan
cita-cita itu. Tetapi, saya ingin mendapatkan kekayaan itu dengan cara-cara
yang Tuhan suka. Anda juga begitu kan sahabat? Nggak gampang banget deh. Itulah
yang kita rasakan. Tetapi sahabat, hal-hal yang bernilai tinggi biasanya kan
tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk mendapatkannya bukan?
Saya paham benar, bahwa memang ada jalan pintas
untuk menuju kepada kekayaan. Ada cara gampang untuk memperoleh keberlimpahan. Di
level pegawai yang menduduki posisi basah, kita sudah pada tahu rahasia umum
yang biasa ditempuh sekelompok orang. Cepat bertambah pundi-pundinya. Tapi saya
dan Anda, tentu tidak menginginkan yang seperti itu. Karena cara seperti itu,
jelas sekali buruknya dihadapan Tuhan. Bahkan dihadapan sesama manusia juga
sangat rendah.
Saya memilih berbisnis kecil-kecilan saja. Meski hasilnya tidak seukuran paus, tetapi masih cukup untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Kenapa tidak berbisnis besar biar hasilnya besar? Saya bilang; belum. Mulai dari kecil juga tidak keberatan. Insya Allah kelak akan perlahan-lahan menjadi besar juga.
Jika Anda bisa berbisnis besar saya seneng sekali
mendengarnya. Namun, jika Anda juga memulainya sama seperti saya, marilah sahabat;
kita saling memberi semangat. Agar tetap gigih berjuang. Dan tetap istikomah
dijalan yang baik. Setidaknya, minim dari perilaku dan praktek-praktek
berbisnis yang tidak patut. Mari mulai
sekarang juga. Karena akan sangat berat jika dimulai pada usia kita yang sudah
terlampau tua.
Melihat orang lain yang kaya raya, memang sering
membuat hati kita tergoda untuk mengambil jalan pintas. Toh semuanya terpampang
dihadapan kita. Tetapi sahabatku, contohlah perilaku mereka yang kaya raya
melalui usaha yang baik. Dengan cara berusaha yang bermartabat. Mari
menghindarkan diri dari mencontoh mereka yang kaya raya dari menghalalkan segala cara.
Tidak usah terlampau silau dengan kekayaan orang
lain yang melimpah ruah, sahabat. Karena dengan ikhtiar yang pantang menyerah
pun, mungkin kita bisa mendapatkan keberlimpahan yang sama. Jika kita gigih memperjuangkannya.
Namun, jangan lupa juga untuk terus berdoa. Agar Tuhan menunjukkan jalan yang
disukaiNya. Sehingga kita bisa terhindar dari cara-cara nista. Mengapa demikian sahabat? Karena untuk setiap
harta yang kita miliki akan ada 2 jenis pertanyaan. “Pertama, bagaimana kamu
mendapatkan harta itu? Dan kedua, bagaimana cara kamu membelanjakannya.”
Oleh karenanya sahabatku, mari terus berjuang untuk
mendapatkan nafkah dengan cara yang baik. Dan mari kita gunakan apa yang sudah
kita miliki ini untuk hal-hal yang juga baik. Agar mudah kita menjawab kedua
pertanyaan itu. Sehingga kelak, kita mendapatkan hadiah seperti yang Tuhan
janjikan dalam surah 8 (Al-Anfal) ayat 4: “ …Mereka akan mendapatkan derajat yang
tinggi disisi Tuhannya. Dan ampunan. Serta rezeki yang mulia.” Maukah
Anda meraih rezeki yang mulia seperti itu sahabatku? Saya, mau.
Catatan kaki :
Rezeki kita sudah ditentukan ukurannya. Yaitu sesuai
dengan ukuran ikhtiar yang kita lakukan. Dan sudah ditentukan baik buruknya.
Yaitu, sesuai dengan baik atau buruk cara mendapatkan dan membelanjakannya.
Diambil dari
-Dadang Kadarusman-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar