Mari perhatikan para atasan di kantor kita. Cermati
bagaimana mereka menjalankan tugas kepemimpinannya. Sejauh yang saya ketahui,
kebanyakan atasan hanya terpaku pada angka-angka yang mesti dicapainya. Atau
target-target yang mesti dipenuhinya. Misalnya, atasan team sales dan marketing
yang sekedar mengejar angka penjualan. Maupun atasan untuk team lainnya yang hanya
mengejar deadline atau KPI yang mesti diraihnya. Hanya sedikit. Saya berani
bilang, hanya sedikit yang masih memikirkan dan melakukan tindakan-tindakan
nyata untuk mengembangkan anak buahnya. Anda, termasuk atasan yang seperti apa?
Di kelas training leadership saya, setiap peserta bebas
menyampaikan apa saja yang terkait dengan tantangan kepemimpinan yang
dihadapinya. “Kalau begini terus kan saya bisa babak belur Pak….” Demikian ‘curcol’
yang cukup sering saya dengar. Penyebab babak belur yang dimaksud oleh para
leader ini adalah karena anak buahnya yang sudah bagus-bagus malah ‘diambil’
oleh departemen lain. “Jadinya saya mesti merekrut orang baru lagi Pak.” Katanya.
“Saya mendidiknya lagi.” Tambahnya. “Begitu anak baru sudah bagus lagi, eeh..
diambil lagi oleh departemen lain. Gimana nggak pusing coba, Pak..?” tutupnya.
Untuk soal ini, saya tidak membacakan apa yang
tertulis dalam text book. Saya juga tidak tertarik untuk menghibur atasan
tersebut dengan nasihat atau ceramah berisi kata-kata bijak. Saya justru
membagikan cerita dari pengalaman saya sendiri ketika memimpin team. Karena – Alhamdulillah
– saya sendiri mengalami hal yang sama seperti meraka, ketika dulu masih
bekerja.
Menurut pendapat saya, justru orang-orang seperti
kita ini dianugerahi sebuah kemampuan yang jarang dimiliki oleh orang lain. Perhatikan
baik-baik-baik bagaimana Tuhan memberi kita kemampuan untuk mengembangkan
orang-orang yang baru direkrut. Kemudian membantu mereka menjadi karyawan yang
handal. Disisi lain, perhatikan betapa banyak atasan yang sering pusing karena
membutuhkan karyawan handal. Lalu mereka melihat karyawan yang memenuhi
kriteria bagus itu ada di team kita. Lantas mereka memintanya kepada kita. Bukankah
itu sebuah anugerah yang langka? Lantas jika itu terjadi pada Anda, akan Anda
berikan anak buah Anda yang bagus itu atau tidak?
Bergantung yang memintanya ya. Jika posisinya lebih
tinggi dari kita, ya mau tidak mau dong kita berikan juga. Tapi, kalau bisa sih
kita pertahankan saja untuk menjamin agar kinerja team kita tetap bagus. Artinya
Anda terpaksa kan? Kalau saya, justru ‘memajang’ anak buah terbaik itu untuk ‘diambil’
oleh kolega-kolega leader di team yang lain. Jika kebanyakan atasan melakukannya
dengan berat hati, saya justru mengiringinya dengan gembira. Anda yang
meragukannya mungkin bertanya; “Apa iyya bisa begitu?” Saya bilang, bisa. Anda
pun bisa. Asal paham strategynya.
Ada strategynya?
Ada. Sederhana kok. Semudah menghitung 1, 2 dan 3 saja.
Karena memang terdiri dari 3 aspek saja. Jika tertarik, Anda bisa melakukannya
seperti ini: Satu, ikut terlibat secara aktif dalam proses rekrutmen anak
buah kita. Kebanyakan leader tinggal terima saja kalau merekrut anak buah. Ada
yang karena systemnya memang begitu, dan ada juga yang karena tidak mau susah. Saya,
tidak mau melepaskan proses rekrutmen anak buah kepada team HR. Tentu saja saya
tetap bekerjasama dengan mereka, tetapi; saya dan team saya sendirilah yang
memegang kendalinya. Team HR, mengambil peran sebagai mitra. Dengan begitu, saya bisa mendapatkan karyawan
yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan karakter pekerjaan di team kami.
Kedua, menggali potensi dan mengembangkan mereka.
Berdasarkan survey skala besar yang dilakukan secara global pada umumnya
karyawan merasa potensi dirinya tidak dikembangkan secara optimal. Mereka merasa
perusahaan atau atasannya tidak cukup memberi ruang untuk memungkinkan potensi
dirinya tergali. Saya melihat bahwa – sebagai atasan – kita mempunyai peran
yang sangat penting. Lihat saja deh, kenyataan disekitar kita. Faktanya,
kebanyakan atasan hanya fokus pada angka-angka, kan? Dan sering lupa mendidik
anak buahnya. Bahkan, banyak atasan yang hanya memberikan briefing lalu
melepaskan anak buahnya ke lapangan begitu saja. Fungsi atasan sebagai ‘coach’
sudah lama hilang di banyak perusahaan. Inilah tahapan kedua yang mesti kita
mainkan.
Ketiga, mengekspor anak buah kita ke departemen lain.
Kebanyakan atasan maunya ngekepin terus anak buahnya yang bagus. Makin bagus,
makin dijagain. Berat banget rasanya kalau harus melepaskan mereka untuk atasan
di departemen lain. Saya, berbeda. Justru kitalah yang semestinya ‘mengekspor’
anak buah yang sudah bagus itu agar bisa pindah ke departemen lain. Pada
awalnya memang berat. Tetapi jika sudah menjadi kebiasaan, akan terasa ringan.
Bahkan, Anda bisa menjadikan kebiasaan itu sebagai mendorong anak buah Anda yang
lainnya agar bekerja sebaik-baiknya. Anak buah bisa lebih terbuka dengan
aspirasi masing-masing. Dan kita, boleh menuntut komitmen mereka untuk
menunjukkan kinerja dan kemampuan terbaiknya.
“Iya, tapi kita kan bisa babak belur kalau anak
buah yang bagus dibajak terus?” Pikiran itu masih mengganggu Anda? Wajar
waja sih.
Kekhawatiran itu timbul karena selama ini proses ‘pengambilan’
anak buah yang handal dari team Anda itu tidak dilakukan secara terencana. Makanya,
Anda kalang kabut. Anda gundah, karena semuanya terjadi begitu
saja. By accident, kalau boleh dibilang. Mulai sekarang, Anda mesti
merencanakannya. Perhatikan lagi ketiga strategy yang saya bahas diatas. Lalu,
bangunlah sebuah visi untuk menjadikan unit kerja yang Anda pimpin itu sebagai supplier
karyawan handal bagi departemen lain di perusahaan. Bangun sebuah image
sehingga jika ada atasan di departemen lain mencari talenta bagus, mereka akan
menghubungi Anda.
Untuk bisa melakukannya Anda harus menjalankan ke-3
stratey itu secara simultan. Dengan demikian, Anda tidak akan mengalami
kehilangan anak buah yang bagus tanpa persiapan atau kesiapan anak buah lain
yang sanggup mengambil alih peran yang ditinggalkannya. Anak buah Anda pun
semakin terpacu karena menyadari bahwa ada peluang dan kesempatan yang terbuka
lebar untuk mengembangkan karirnya. Sedangkan para atasan di departemen lain
terbantu dalam penyediaan sumber daya manusia yang bagus. Dan secara
keseluruhan, perusahaan terus berkembang.
Sahabatku. Jika Anda bisa begitu. Maka Anda sudah
menjadi atasan yang langka. Yang bukan hanya sekedar mengejar angka-angka. Melainkan
atasan yang bisa memimpin anak buah untuk kebaikan masa depan karir mereka.
Bayangkan jika di semua departemen lain di perusahaan Anda ada mantan anak buah
Anda. Dan bayangkan ketika Anda bisa berkontribusi pada kesuksesan mereka. Saat
melihat karir mereka berkibar, bukankah dalam hati Anda ada rasa bahagia? Sejauh
yang saya rasakan, rasa bahagia itu melampaui gaji, bonus atau imbalan material
apapun yang kita dapatkan. Karena kesuksesan yang bisa diraih oleh mantan anak
buah kita itu, memberikan rasa puas didalam jiwa kita.
Guru mengaji saya pernah menasihatkan bahwa untuk para
pemimpin yang baik, Tuhan menjanjikan kemudahan dalam proses perhitungan amalan
baik dan buruk di hari perhitungan kelak. Mari sahabatku, kita gunakan amanah
kepemimpinan ini untuk melakukan yang terbaik bagi orang-orang yang kita
pimpin. Agar kelak ketika berdiri dihadapan Sang Pencipta, kita boleh
mengatakan; “Tuhan. Telah kutunaikan tugas kepemimpinan yang Engkau amanahkan di
pundakku. Dengan sebaik-baiknya…..”
Catatan
Kaki:
Banyak atasan yang hanya mengejar angka-angka. Namun hanya
sedikit yang peduli kepada perkembangan karir anak buahnya. Padahal, angka akan
hilang ditelan masa. Sedangkan kebaikan kita kepada orang lain, akan tetap
tercatat dalam rekaman semesta raya.
- Dadang Kadarusman -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar