Minggu, 07 Juli 2013

Menjadi Seorang People Builder

 
 
 
Mari perhatikan para atasan di kantor kita. Cermati bagaimana mereka menjalankan tugas kepemimpinannya. Sejauh yang saya ketahui, kebanyakan atasan hanya terpaku pada angka-angka yang mesti dicapainya. Atau target-target yang mesti dipenuhinya. Misalnya, atasan team sales dan marketing yang sekedar mengejar angka penjualan. Maupun atasan untuk team lainnya yang hanya mengejar deadline atau KPI yang mesti diraihnya. Hanya sedikit. Saya berani bilang, hanya sedikit yang masih memikirkan dan melakukan tindakan-tindakan nyata untuk mengembangkan anak buahnya. Anda, termasuk atasan yang seperti apa?
 
Di kelas training leadership saya, setiap peserta bebas menyampaikan apa saja yang terkait dengan tantangan kepemimpinan yang dihadapinya. “Kalau begini terus kan saya bisa babak belur Pak….” Demikian ‘curcol’ yang cukup sering saya dengar. Penyebab babak belur yang dimaksud oleh para leader ini adalah karena anak buahnya yang sudah bagus-bagus malah ‘diambil’ oleh departemen lain. “Jadinya saya mesti merekrut orang baru lagi Pak.” Katanya. “Saya mendidiknya lagi.” Tambahnya. “Begitu anak baru sudah bagus lagi, eeh.. diambil lagi oleh departemen lain. Gimana nggak pusing coba, Pak..?” tutupnya.
 
Untuk soal ini, saya tidak membacakan apa yang tertulis dalam text book. Saya juga tidak tertarik untuk menghibur atasan tersebut dengan nasihat atau ceramah berisi kata-kata bijak. Saya justru membagikan cerita dari pengalaman saya sendiri ketika memimpin team. Karena – Alhamdulillah – saya sendiri mengalami hal yang sama seperti meraka, ketika dulu masih bekerja.
 
Menurut pendapat saya, justru orang-orang seperti kita ini dianugerahi sebuah kemampuan yang jarang dimiliki oleh orang lain. Perhatikan baik-baik-baik bagaimana Tuhan memberi kita kemampuan untuk mengembangkan orang-orang yang baru direkrut. Kemudian membantu mereka menjadi karyawan yang handal. Disisi lain, perhatikan betapa banyak atasan yang sering pusing karena membutuhkan karyawan handal. Lalu mereka melihat karyawan yang memenuhi kriteria bagus itu ada di team kita. Lantas mereka memintanya kepada kita. Bukankah itu sebuah anugerah yang langka? Lantas jika itu terjadi pada Anda, akan Anda berikan anak buah Anda yang bagus itu atau tidak?
 
Bergantung yang memintanya ya. Jika posisinya lebih tinggi dari kita, ya mau tidak mau dong kita berikan juga. Tapi, kalau bisa sih kita pertahankan saja untuk menjamin agar kinerja team kita tetap bagus. Artinya Anda terpaksa kan? Kalau saya, justru ‘memajang’ anak buah terbaik itu untuk ‘diambil’ oleh kolega-kolega leader di team yang lain. Jika kebanyakan atasan melakukannya dengan berat hati, saya justru mengiringinya dengan gembira. Anda yang meragukannya mungkin bertanya; “Apa iyya bisa begitu?” Saya bilang, bisa. Anda pun bisa. Asal paham strategynya.
 
Ada strategynya?
Ada. Sederhana kok. Semudah menghitung 1, 2 dan 3 saja. Karena memang terdiri dari 3 aspek saja. Jika tertarik, Anda bisa melakukannya seperti ini: Satu, ikut terlibat secara aktif dalam proses rekrutmen anak buah kita. Kebanyakan leader tinggal terima saja kalau merekrut anak buah. Ada yang karena systemnya memang begitu, dan ada juga yang karena tidak mau susah. Saya, tidak mau melepaskan proses rekrutmen anak buah kepada team HR. Tentu saja saya tetap bekerjasama dengan mereka, tetapi; saya dan team saya sendirilah yang memegang kendalinya. Team HR, mengambil peran sebagai mitra.  Dengan begitu, saya bisa mendapatkan karyawan yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan karakter pekerjaan di team kami.
 
Kedua, menggali potensi dan mengembangkan mereka. Berdasarkan survey skala besar yang dilakukan secara global pada umumnya karyawan merasa potensi dirinya tidak dikembangkan secara optimal. Mereka merasa perusahaan atau atasannya tidak cukup memberi ruang untuk memungkinkan potensi dirinya tergali. Saya melihat bahwa – sebagai atasan – kita mempunyai peran yang sangat penting. Lihat saja deh, kenyataan disekitar kita. Faktanya, kebanyakan atasan hanya fokus pada angka-angka, kan? Dan sering lupa mendidik anak buahnya. Bahkan, banyak atasan yang hanya memberikan briefing lalu melepaskan anak buahnya ke lapangan begitu saja. Fungsi atasan sebagai ‘coach’ sudah lama hilang di banyak perusahaan. Inilah tahapan kedua yang mesti kita mainkan.
 
Ketiga, mengekspor anak buah kita ke departemen lain. Kebanyakan atasan maunya ngekepin terus anak buahnya yang bagus. Makin bagus, makin dijagain. Berat banget rasanya kalau harus melepaskan mereka untuk atasan di departemen lain. Saya, berbeda. Justru kitalah yang semestinya ‘mengekspor’ anak buah yang sudah bagus itu agar bisa pindah ke departemen lain. Pada awalnya memang berat. Tetapi jika sudah menjadi kebiasaan, akan terasa ringan. Bahkan, Anda bisa menjadikan kebiasaan itu sebagai mendorong anak buah Anda yang lainnya agar bekerja sebaik-baiknya. Anak buah bisa lebih terbuka dengan aspirasi masing-masing. Dan kita, boleh menuntut komitmen mereka untuk menunjukkan kinerja dan kemampuan terbaiknya.
 
“Iya, tapi kita kan bisa babak belur kalau anak buah yang bagus dibajak terus?” Pikiran itu masih mengganggu Anda?   Wajar waja sih.
 
Kekhawatiran itu timbul karena selama ini proses ‘pengambilan’ anak buah yang handal dari team Anda itu tidak dilakukan secara terencana. Makanya, Anda kalang kabut.   Anda gundah, karena semuanya terjadi begitu saja. By accident, kalau boleh dibilang. Mulai sekarang, Anda mesti merencanakannya. Perhatikan lagi ketiga strategy yang saya bahas diatas. Lalu, bangunlah sebuah visi untuk menjadikan unit kerja yang Anda pimpin itu sebagai supplier karyawan handal bagi departemen lain di perusahaan. Bangun sebuah image sehingga jika ada atasan di departemen lain mencari talenta bagus, mereka akan menghubungi Anda.
 
Untuk bisa melakukannya Anda harus menjalankan ke-3 stratey itu secara simultan. Dengan demikian, Anda tidak akan mengalami kehilangan anak buah yang bagus tanpa persiapan atau kesiapan anak buah lain yang sanggup mengambil alih peran yang ditinggalkannya. Anak buah Anda pun semakin terpacu karena menyadari bahwa ada peluang dan kesempatan yang terbuka lebar untuk mengembangkan karirnya. Sedangkan para atasan di departemen lain terbantu dalam penyediaan sumber daya manusia yang bagus. Dan secara keseluruhan, perusahaan terus berkembang.
 
Sahabatku. Jika Anda bisa begitu. Maka Anda sudah menjadi atasan yang langka. Yang bukan hanya sekedar mengejar angka-angka. Melainkan atasan yang bisa memimpin anak buah untuk kebaikan masa depan karir mereka. Bayangkan jika di semua departemen lain di perusahaan Anda ada mantan anak buah Anda. Dan bayangkan ketika Anda bisa berkontribusi pada kesuksesan mereka. Saat melihat karir mereka berkibar, bukankah dalam hati Anda ada rasa bahagia? Sejauh yang saya rasakan, rasa bahagia itu melampaui gaji, bonus atau imbalan material apapun yang kita dapatkan. Karena kesuksesan yang bisa diraih oleh mantan anak buah kita itu, memberikan rasa puas didalam jiwa kita.
 
Guru mengaji saya pernah menasihatkan bahwa untuk para pemimpin yang baik, Tuhan menjanjikan kemudahan dalam proses perhitungan amalan baik dan buruk di hari perhitungan kelak. Mari sahabatku, kita gunakan amanah kepemimpinan ini untuk melakukan yang terbaik bagi orang-orang yang kita pimpin. Agar kelak ketika berdiri dihadapan Sang Pencipta, kita boleh mengatakan; “Tuhan. Telah kutunaikan tugas kepemimpinan yang Engkau amanahkan di pundakku. Dengan sebaik-baiknya…..”
 
Catatan Kaki:
Banyak atasan yang hanya mengejar angka-angka. Namun hanya sedikit yang peduli kepada perkembangan karir anak buahnya. Padahal, angka akan hilang ditelan masa. Sedangkan kebaikan kita kepada orang lain, akan tetap tercatat dalam rekaman semesta raya. 
 
- Dadang Kadarusman -
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar