Lah, galau kok dibilang pertanda bagus? Memang
iyya. Soalnya, ketika mengalami galau sebenarnya kita menginginkan sebuah
perubahan kan? Galau itu menunjukkan bahwa kita tidak nyaman dengan kondisi
saat ini, dan menginginkan sesuatu yang lebih baik dari ini kan? Semua Nabi
suci yang diutus Allah – sejauh yang saya pahami melalui kisah-kisahnya dari
para guru dan kitab suci – menapaki seluruh perjalanan panjang kenabian mereka
dengan kegelisahan didalam hati. Sama seperti kita. Bedanya, jika kita gelisah
soal penghasilan, soal kenaikan jabatan, soal beratnya pengeluaran, atau pun
soal sulitnya mencicil hutang-hutang; kalau pada Nabi itu gelisah oleh
panggilan hati nuraninya yang menginginkan untuk menjadi pribadi yang lebih
baik. Kita bukan nabi. Tapi, ada beberapa hal yang bisa kita tiru dan terapkan.
Apa itu?
Pas di bagian ‘menjadi pribadi yang lebih baik’-nya
itu yang bisa kita contoh. Saya tidak punya kepentingan untuk mempertanyakan
keyakinan dan agama Anda. Sudah sajalah, itu hak pribadi masing-masing. Tetapi selama
Anda meyakini Tuhan yang sama, pasti ajaran sebenarnya yang datang dari Tuhan
kita semua itu sama kan? Dan soal nabi-nabi pun ceritanya kira-kira sama. Nabi
yang Anda imani, mungkin juga adalah Nabi yang tertera dalam daftar para Nabi yang
saya imani. Jadi, meskipun agama kita mungkin beda; selama kita masing-masing
berani meneladani nabi-nabi yang kita imani; maka kita pasti bisa menjadi
pribadi yang lebih baik dari hari ke hari.
Betapa tidak. Semua Nabi. Dari yang paling miskin
selama menjalani hidupnya hingga yang paling kaya adalah pribadi-pribadi mulia
yang senantiasa gelisah untuk terus memperbaiki dirinya sendiri. Mereka,
senantiasa bertanya kepada Ilahi tentang itu dan ini. Hingga tidak
bosan-bosannya malaikat berbolak-balik turun naik antara langit dan bumi untuk
menyampaikan jawaban yang Tuhan berikan atas setiap pertaanyaan suci yang
dilantunkannya dalam dzikir-dzikir mereka yang nyaris tiada henti. Maka wajar,
jika para Nabi yang kita imani itu meskipun sudah menjadi pribadi mulia, tapi
teruuuuus saja mencari hikmah atas setiap kejadian yang ada disekelilingnya.
Mereka sedemikian pekanya dengan apa yang ada
disekitarnya. Mereka berpikir dan terus berdzikir. Menemukan makna dalam setiap
peristiwa yang ada. Kitab suci menyebut mereka sebagai ulil albab. Sebutan
untuk orang-orang yang tidak melewatkan sedikitpun peristiwa untuk digali dan
dicari hikmahnya. Karena Allah pun telah memfirmankan bahwa dalam setiap penciptaan
di langit dan dibumi serta apa yang ada diantara keduanya terdapat tanda-tanda
kebesaran Ilahi bagi ulil albab. Berapa banyak yang Tuhan sudah ciptakan? Nyaris
tiada berbilang. Berapa lama proses belajar untuk memahami semuanya?
Maka itulah pula sebabnya Rasulullah menyampaikan
bahwa proses belajarnya seorang hamba adalah dari buaian hingga liang lahat. Kita?
Sering sudah merasa cukup dengan apa yang kita ketahui. Padahal boleh jadi
bukan itulah pengetahuan yang sebenarnya. Nggak cukup begitu, kita masih merasa
paling benar dibandingkan dengan orang berilmu lainnya. Ditambah lagi dengan
kegagahperkasaan kita untuk mengklaim diri sendiri sebagai yang terbaik. Para
Nabi, mencontohkan untuk terus galau memikirkan dan merenungkan. Untuk terus
mengoreksi diri. Untuk terus menggali dan mencari.
Dizaman sekarang, mikirin pekerjaan saja sulit
sulit ya? Mengapa lagi mesti dibebani dengan kewajiban agama segala? Begitu
tuch jadinya jika kita mengira kalau agama itu tidak ada kaitannya dengan
pekerjaan. Justru dalam agama diajarkan bagaimana kita berkarya dengan
sebaik-baiknya. Sia-sia setiap amalan atau pekerjaan yang kita kerjakan secara
asal-asalan. Lakukanlah setiap pekerjaan dengan sepenuh kesungguhan sehingga
lewat pekerjaan itu tercermin siapa dirimu yang sesungguhnya. Dari hasil
pekerjaan itu terlihat betapa Tuhan telah menciptakan dirimu sedemikian sempurnanya
sehingga mampu membuahkan hasil karya yang sedemikian indahnya. Itu ajaran
agama.
Ketika memegang amanah di kantor, maka jalankan amanah
itu sebaik-baiknya. Hindari mengkhianati kepercayaan yang sudah diberikan
kepada kita. Buang jauh-jauh sifat menyalahgunakan kewenangan yang sudah diletakkan
di pundak kita untuk hal-hal yang tidak sepatutnya. Ajaran agama apa bukan
tuch? Agama banget. Intinya. Kita bisa menjadi pekerja yang sangat bagus justru
ketika kita memahami apa yang dicontohkan oleh para Nabi yang kita imani dalam
cara mereka menjalani kehidupannya sehari-hari. Kenapa dibanyak kantor bejibun
orang-orang yang tidak amanah? Itu karena mereka meninggalkan ajaran para
nabinya. Kenapa dibanyak tempat begitu banyak orang yang tidak takut mengambil
sesuatu yang bukan haknya? Jelas sekali dong. Mereka meninggalkan akhlak mulia
yang diajarkan oleh para nabinya.
Gelisah hati para Nabi jika sedetik saja mereka
jauh dari tuntunan Ilahi. Gelisah pula hati mereka jika belum memastikan bahwa
setiap tindakan yang dilakukannya dirdoi Ilahi. Kita? Tergetar nggak hatinya
kalau bekerja malas-malasan. Asal-asalan. Bahkan. Ketika kita berani melakukan
sesuatu yang sebenarnya tidak patut kita lakukan selama menjalani pekerjaan? Galau
mestinya kita, untuk selalu tahu dan memastikan bahwa selama menjalani
pekerjaan ini kita sudah melakukan dengan sebaik-baiknya.
Kenapa? Karena setiap kali kita galau untuk
melakukan perbaikan, hal yang sudah baik pun bisa jadi lebih baik lagi. Didalam
teori manajemen modern, itu disebut sebagai Continuous Improvement. Anda boleh
percaya bahwa prinsip itu sudah diajarkan oleh Rasulullah SAW melalui sabdanya;
“Jika
hari ini engkau lebih buruk dari hari kemarin, maka engkau bangkrut. Jika hari
ini engkau sama seperti hari kemarin, maka engkau rugi. Dan jika hari ini
engkau lebih baik dari hari kemarin, maka engkau beruntung…..” Nah
galau yang seperti itu tuch yang pertanda bagus itu.
Catatan
Kaki:
Galau itu sama seperti hal lainnya. Namun, jika kegalauan
itu muncul dari dorongan untuk selalu meningkatkan kualitas pribadi, itu merupakan
pertanda yang baik.
-Dadang Kadarusman-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar