“Jalanan mulai macet lagi, Bro!” begitulah
pemandangan yang bisa kita lihat setelah libur lebaran kemarin. Wajarlah.
Soalnya, orang kantoran yang cuti sudah pada kembali bekerja lagi kan. Emmh…
maksud saya, sudah kembali lagi ke kantor. Emangnya, ‘kembali bekerja’ dengan ‘kembali
ke kantor’ itu beda ya? Beda banget. Soalnya, berada di kantor tidak selalu
berarti bekerja kan? Secara fisik sih emang kita sudah berada di kantor lagi.
Tapi, mungkin saja mental kita masih tertinggal di tempat liburan. Kalau baru
masuk ke kantor lagi setelah berhari-hari liburan, apakah Anda bisa langsung ‘on’
untuk bekerja? Dijamin tidak akan begitu, jika tidak memiliki rasa rindu kepada
pekerjaan.
Dimasa liburan lebaran ini, saya ikut larut bersama
para professional lainnya yang mengambil jatah cuti tambahan. Total, saya
menghabiskan 8 hari penuh. Sama sekali tidak menyentuh komputer. Padahal,
itulah alat kerja utama saya. Memang sengaja, dan sudah diniatkan untuk begitu.
Selama rentang waktu itu, kegiatan apa saja boleh dilakukan. Makan, tidur,
nonton, jalan-jalan, pelesiran, berperahu; apa saja deh kecuali hal-hal yang
berkaitan dengan pekerjaan. Namanya masa liburan, ya liburan saja. Dan pastinya,
semua kegiatan itu mengandung konsekuensi yang tidak bisa dihindari, yaitu;
melambungnya pengeluaran.
Nggak apa-apa lah. Kan cuman sekali dalam setahun.
Soal tabungan yang terkuras, bisa diisi lagi. Lagian juga kan nggak sepenuhnya
kita mengandalkan tabungan itu toh? Kita lebih banyak mengandalkan THR dari
kantor. Nah, itu dia. Ketemu deh kata kuncinya; ‘THR dari kantor’. Selain
karena sayang banget kalau menguras isi tabungan, kita juga kan jarang bisa
menabung. Penghasilan bulanan cuman sebatas ‘terima-kasih’ gitu loh. ‘Terima’
pagi, eh siangnya sudah harus kita ‘kasih’ kesana sini.
Kebayang nggak, jika untuk menjalani liburan hari raya macam ini Anda tidak mendapatkan THR? Yaa minimal, liburan Anda kan tidak bisa dilakukan seperti sekarang ini. Makanya, Alhamdulillah banget kita bisa dapat THR. Nggak cuman kepada Allah sih sebenarnya rasa terimakasih itu. Melainkan juga kepada kantor. Benar, rezeki itu Tuhan yang mengatur. Tetapi kantor kita itu, menjadi jalan mengalirnya. Kalau kantor kita tidak memberikan THR, Tuhan tetap akan memberi kita rezeki. Tetapi, jumlahnya mungkin tidak sama dengan bayaran satu kali gajian kan?
Pertanyaannya adalah; kenapa kantor kita bisa
memberikan THR? Intinya kira-kira begini; karena kantor memiliki kemampuan finansial
yang memadai. Lantas, darimana datangnya kemampuan kantor itu? Dari kinerja dan
pencapaian yang bisa diraih oleh perusahaan? Lalu, bagaimana perusahaan bisa
meraih pencapaian itu? Dari hasil kerja para karyawannya. Sekarang, coba
bayangkan seandainya karyawan di perusahaan itu tidak bisa membantu perusahaan
untuk untung. Bisa perusahaan memberi kita THR lagi tahun depan? Nggak bakalan.
Inilah pertanyaan yang membuat saya bisa menikmati
setiap rupiah yang digunakan untuk menikmati liburan lebaran. Rupiah, yang disediakan
oleh kantor untuk kita nikmati. Lezaaat rasanya. Dan inilah juga pertanyaan
kontemplatif yang membuat kita selalu rindu kepada pekerjaan kita. Sehingga
setelah menjalani masa liburan itu kita bisa langsung bekerja lagi dengan lebih
baik. Karena kita sadar, bahwa melalui pekerjaan itulah rezeki yang Tuhan
berikan kepada kita itu mengalir. Memang Tuhanlah pada hekekatnya yang memberi
rezeki itu. Tetapi, pekerjaan kita itulah yang menjadi jalannya.
Kita baru bicara soal THR untuk menjalani ‘gaya
hidup ekstra’ dihari-hari khusus seperti itu. Kita belum bicara soal menjalani
gaya hidup sehari-hari diluar hari raya. Hari raya mah, cuman sekali dalam
setahun kan. Sedangkan kehidupan kita berjalan terus hari demi hari lainnya. Ini
yang jarang kita pahami selama ini. Sudah terlampau biasa, sehingga kita tidak
selalu sadar jika semuanya itu merupakan anugerah. Padahal, kehidupan kita
sehari-hari itu mungkin jauh lebih kritikal dibandingkan dengan sekedar
perayaan hari-hari khusus itu. Kita lebih butuh untuk bisa menjalani hari-hari
lainnya dengan sejahtera, kan? Lantas, bagaimana menutupi biaya hari-hari biasa
kita itu? Dengan gaji yang kita dapatkan setiap bulanlah. Dari kantor kita juga
kan?
Maka pertanyaan tadi itu berubah redaksi menjadi
begini; kenapa kantor kita memberikan gaji bulanan? Intinya kira-kira begini;
karena kita bekerja untuk kantor. Lantas, apa dampaknya pekerjaan kita buat
perusahaan? Dengan pekerjaan itu, kita berkontribusi kepada pendapatan
perusahaan. Lalu, bagaimana seandainya pekerjaan kita dilakukan asal-asalan
saja? Kontribusi kita tidak akan optimal. Kalau kotribusi kita tidak optimal,
apakah kantor boleh membayar gaji kita tidak penuh setiap bulan? Hmmmh…. ya…
bayaran sih nggak boleh dikurangin dong. Pertanyaan terakhir; Jika demikian,
bukankah sepatutnya kita berkontribusi secara optimal kepada perusahaan?
Pertanyaan-pertanyaan itu terlalu ribet untuk direnungkan.
Khususnya oleh orang-orang fragmatis seperti kita ini. Yang gampang buat kita
adalah begini saja: “Hubungan kita dengan kantor itu adalah
simbiosis mutualistik. Artinya, hubungan yang dibangun atas dasar saling
membutuhkan. Kita butuh pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan bulanan. Dan
kantor, membutuhkan karyawan untuk menghasilkan pendapatan perusahaan”.
Seperti halnya kita yang ingin dibayar penuh oleh kantor, maka kantor kita pun
ingin agar kita berkontribusi penuh kepadanya. Kita tidak ingin perusahaan
mengurangi bayaran kita. Dan perusahaan pun, tidak ingin kita mengurangi
kontribusi kita.
Perhatikanlah sahabatku, betapa perusahaan tempat
kita bekerja itu merupakan ladang nafkah dalam pemenuhan kebutuhan hidup
keluarga kita. Pantasnya kan kita menjaganya agar bisa terus bertumbuh dan
berkembang. Bisa terus maju. Bisa lebih kompetitif. Bisa semakin sehat. Dan
bisa semakin besar. Supaya kita, bisa mendapatkan lebih banyak nafkah lagi dari
ladang itu. Memangnya siapa lagi yang bisa membuat perusahaan ini semakin bagus
jika bukan kita-kita juga? Jika kita bisa menjaga perusahaan ini dengan
sebaik-baiknya, maka minimal kita mempunyai ladang nafkah yang lestari. Lestari
karena perusahaan ini bisa berumur panjang. Dan lestari karena sikap dan
perilaku kita elok.
Mumpung momentnya lagi tepat nih. Kita baru menjalani
liburan, dan untuk liburan itu kita mendapatkan tunjangan dari perusahaan. Ayo
perbaharui lagi komitmen kita kepada pekerjaan, dan perkokoh lagi sifat amanah
kita terhadap tugas dan tanggungjawab yang kita emban. Supaya, kita bisa
bertumbuh dan berkembang bersama lahan nafkah ini. Harapannya, jika lahan
nafkah kita ini semakin maju; kesempatan buat kita juga semakin banyak.
Sehingga penghasilan kita dimasa mendatang juga makin besar. Dan tarap hidup
keluarga kita, semakin membaik.
Namun sahabatku, lahan nafkah ini hanya akan bisa
semakin membaik jika kita bersedia untuk bekerja dengan cara, dengan semangat,
dan perilaku, serta dedikasi yang lebih baik. Maka kalau hari ini Anda sudah
kembali ke kantor, semoga bukan hanya fisiknya saja. Melainkan mentalnya juga.
Sehingga kita siap untuk kembali bekerja dengan lebih baik dari sebelumnya. Dan
kita, boleh mengatakan; Office, I am back!
Jika sadar bahwa pekerjaan ini merupakan jalan buat
mengalirnya rezeki dari Tuhan, maka kita tidak akan tega membiarkannya merana.
Kita, akan menjaganya dengan sebaik-baiknya. Karena jalan nafkah yang baik,
bisa mengalirkan rezeki yang lebih baik dan lebih banyak.
~ Dadang Kadarusman ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar